Langsung ke konten utama

Serenade's Story: Alazon

A Short Stories Written by Ajeng Novianty, Serenade's Home Author.
First, dont plagiarism my story!



Kuriositas gadis tersebut memuncak kala mendengar nama pemuda penyandang disabilitas itu. Itu sekitar satu tahun yang lalu, ketika gadis tersebut baru masuk sebagai mahasiswa baru di kampus ini. Pendek kata, singkat saja, tanpa sengaja gadis tersebut menemukan presensi pria tersebut pertama kali di perpustakaan kampus. Klise.
Namanya Jeon Jungkook. Itulah yang gadis tersebut ketahui di awal saat berkenalan. Pemuda tampan tersebut penyandang cacat, bukan dari lahir tapi karena sebuah kecelakaan yang membuat ia lumpuh; sehingga mau tak mau, ia harus melakukan segala aktivitas dengan cara duduk di atas kursi roda saja.
Tapi kekurangan yang ada pada pemuda tersebut tidak membuat gadis tersebut menghilangkan kuriositasnya yang sarat bertepas. Tidak, ia bukan gadis yang jahat. Tapi, bukan karena kasian juga. Alasan utamanya lantaran ada sebuah perasaan berupa cinta pragma yang membuatnya menggali lebih dalam tentang Jeon Jungkook. Tidak aneh kok, tidak semua gadis sepemilih itu. Orang disabilitas juga pantas untuk dicintai, bukan?
Detik ini pula, hatinya berbuncah gembira. Mata yang bersinar itu seolah ingin dilihat oleh orang-orang banyak. Hatinya sarat akan gemirang yang entah mengapa makin memuncak tiap sekonnya. Meletup-letup bagai kembang api akhir tahun.
Tepat ketika tungkainya melangkah menuju ruangan tersebut, kemudian membuka pintunya, Jian melemas. Kebas pada tungkainya dan seperti lupa cara berjalan. Tadi, kalau saja ia tidak sadar situasi, mungkin ia akan menjadi orang gila baru di bumi ini, lantaran sungguhtadi itu sangat mencengangkan bagi Jian sendiri.
Sebenarnya Jian cukup merasa berdosa saat bilang; Kau tidak berbohong kan, Jeon? ia hampir tidak percaya dengan realita yang ada, sehingga ia malah kembali berucap, Bilang padaku, mengapa ini semua bisa terjadi? A-aku bingung. Tapi sungguh, aku bersyukur. tambahnya hampir kehabisan kata-kata.
Nyaris setetes demi setetes liquid tersebut berjatuhan lantaran haru bahagia menjalari sistem tubuhnya. Secara non-fantasi, memang gemirangnya terlalu mendominasi hingga rasa haru pun tak terbendung lagi. Bahkan jarang-jarang gelombang cahaya menyusup masuk ke dalam retinanya sebab air yang tak terbendung.
Jian masih ingat sekali fragmennya. Pria yang manis mendera dengan menjelis syahda ini pernah beberapa kali memikatnya. Ingat saat senja di musim semi. Ketika bunga-bungaan tumbuh begitu indahnya, di mana saat itu Jian nyaris demam hebat karena alergi serbuk bunga, namun tetap menemani Jungkook berjalan-jalan di taman. Ia sempat bilang dengan kurva manis terhias di bibirnya, katanya; Aku suka musim semi, Ji.
Menarik. Jian dan Jungkook memiliki suatu hal yang bertentangan. Jian tidak suka musim semi, sedangkan Jungkook sangat menyukai musim semi. Oh ya, tidak juga, lantaran sebenarnya Jian suka musim semi karena indah. Ia tidak suka sebab alerginya. Namun sungguh, karena Jungkook, Jian bisa perlahan demi perlahan mengobati alerginya. Dengan kata lain, kini musim semi adalah favoritnya. Tidak akan ada alergi lagi di musim itu.
Kemudian, saat pertengahan bulan februari lalu. Itu hari kasih sayang. Jian merasa spesial saat itu. Mereka berdua tidak saling memiliki, dalam arti lain: bukan pasangan kekasih; namun, saat itu prilaku Jungkook sangat manis dan syahda. Jian ingat betul, sampai-sampai kalau mendadak ia mengingatnya, maka ia akan langsung tersenyum sendiri seperti orang gila.
Yah, Jungkook itu berbahaya.
Kalau melihat mata bulat kecil yang berbinar itu, maka Jian akan kewalahan. Sebab, disitulah manik tajamnya menusuk kalbu Min Jian, sehingga mau tak mau Jian akan makin mencintai pemuda tersebut. Persentasenya selalu meningkat setiap harinya. Barangkali sudah lebih dari kapasitas persentase, lantaran Jian benar-benar mencintai Jungkook.
Nyaris setiap sekon ia merapalkan nama pemuda itu. Padahal ia bukan budak cinta, namun Jungkook tidak pandir. Oh tidak apa. Mencintai Jungkook sama sekali tidak dilarang, cuma Jian harus tahu resikonya. Jungkook kelewat sempurna, tapi ada beberapa hal aneh yang ada pada diri Jeon Jungkook.
Satu, Jeon Jungkook itu idiot, walaupun dalam keidiotannya selalu disisipi prilaku yang manis mendera. Dua, pemuda tersebut cukup misterius. Dan opsi ketiga, Jeon Jungkook itu pemuda yang aneh. Sungguh, Jian selalu bingung tentang Jungkook, padahal sudah hampir dua tahun mereka bersama.
Namun, saat ini Jian tidak peduli dengan fakta itu. Detik ini juga, gemirangnya mendominasi. Perlahan kebas pada tungkainya menghilang. Berjalan perlahan ke depan, sedangkan pintunya tertutup dengan sendirinya. Tubuh perempuan tersebut menghangat, tapi terkadang mendingin.
Jungkook!
Ketika merapalkan panggilan, Jian malah disambut kurva indah yang jelas menghangatkan diri Jian sendiri. Efeknya sangat terasa, apalagi saat pemuda tersebut berjalan ke arahnya dengan langkah pelannya. Iya, astaga. Jeon Jungkook tidak lumpuh lagi!
Jian masih menangis bahagia. Nyaris tidak percaya, padahal buktinya sudah di depan mata. Sehingga, ia malah kehabisan kata-kata, apalagi saat netranya melihat tangan Jungkook melingkar di badannya. Merengkuhnya dan merangkulnya melalui lengan-lengan hangatnya.
Ini pertama kalinya kan, Ji? sebagai penjeda kalimat, Jungkook nampak menarik nafasnya, kemudian menghembuskan nafasnya pelan hingga terasa di tengkuk Min Jiya. Rasanya geli, tergelitik, hingga membuat Jian nyaris terkekeh pelan. Pertama kalinya aku memelukmu ya? katanya menambahkan.
Kau berbohong! Jiya menjauhkan badannya dari Jungkook sembari menyeka air matanya sendiri. Sorot mata kecewa bercampur dengan kebahagiaan. Maka Jiya kembali angkat bicara, Dulu kau pernah bilang bahwa kau lumpuh permanen.
Lantas pemuda tersebut mengangguk, Iya, karena aku sempat putus harapan. Tapi, ternyata dokter berkata lain beberapa bulannya. Dokter bilang bahwa aku bisa sembuh dengan terapi dan yahsegala macam untuk menyembuhkannya. Sungguh, aku minta maaf, Ji
Tanpa memedulikan itu lagi, senyum merekah tertera di bibir Jiya. Kebahagiaan absolut mengalahkan protasis si alazon. Maka, Jian tak ragu lagi untuk selalu mengulas kurva yang manis mendera, membiarkan Jeon Jungkook tahu bahwa Jian senang atas semua ini.

Alazon by ajeng Novianty

Jian, terjeda sebentar, yang memanggil malah sibuk mengambil sesuatu di dalam saku mantelnya. Sorot matanya nampak tidak tenang. Jian nyaris tidak nyaman dengan sorot mata orang tersebut, tapi dalam jihat lain Jian penasaran. Maka yang ia tahu, pria ini kembali berucap, Semuanya akan baik-baik saja ketika kau sudah menjauh dari Jungkook.
Jian berdecak malas. Menghela nafas dan dihamburkan ke udara, gadis tersebut bergeming kesal. Tiga kali mendengarkan rapalan seperti ini, seolah Jian mendapatkan suatu ancaman besar. Namun, semua ini tidak jelas bagi Jian, maka ia tak menghiraukannya.
Pernyataan tidak esensial itu menumbuhkan rasa cua pada jihat Min Jian. Kalau saja pria ini menjelaskannya secara rinci, mungkin saja Jian tak akan seperti ini. Masalahnya, pria ini tak kunjung memberikan tanda-tanda ingin menjelaskan. Setiap kali ia datang, maka ia hanya  berbicara seperti ini: Semuanya akan baik-baik saja ketika kau sudah menjauh dari Jungkook.
Namanya Jimin, ia aneh melebihi Jungkook. Kalau Jungkook aneh, maka Jimin itu aneh kuadrat. Tapi Jian tahu, bahwa Jimin menyembunyikan sesuatu darinya. Fiksasinya menguat kala Jimin kembali berucap seperti itu.
Atmosfer berubah nyenyat. Jimin membuka secarik kertas yang telah ia keluarkan dari amplop tadi, kemudian diberikannya kepada Jian. Dalam jihat lain, Jian langsung membacanya secara teliti, sedangkan Jimin seolah menanti reaksi gadis tersebut.
Iris matanya dan hati nurani gadis tersebut fokus pada beberapa kalimat di dalam secarik kertas tersebut. Segumpal rasa penasaran berbuah tanda berkat kalimat singkat tersebut. Lantas perlahan merembes perasaan aneh dalam jihat Jian, malah makin penasaran. Sungguh, ia tidak mengerti.
Beberapa saat setelah membaca isi surat itu, sejemang netra Jian membidik obsidian Jimin dengan sorot penuh tanya. Hanya saja, ia belum mengerti dengan maksud Jimin.
Satu, Jimin tidak jelas. Kedua, ia malah memperkeruh suasana dan makin membuat Jian penasaran. Dan ketiga, Jimin berhasil membuat Jian ketakutan. Maksud orang ini apa? Apa yang jadi hal esensialnya? Jelas, ini menjadi rasa penasaran yang absolut.
Mendadak Jimin mengulas sebuah senyum. Sontak diri Jian merasa aneh sendirian beserta ngeri. Menghantam jiwa rasa gamang. Jian ingin sekali berdiri dan berjalan jauh dari pemuda yang satu ini. Sayang, namun sulit, lantaran kuriositasnya kembali menerjang kalbu.
 Jangan mengada-ngada, Jim!
Coba mari hitung lagi. Ini sudah seminggu sejak Jeon Jungkook pulih dari lumpuhnya. Semarak gembira, sehingga Jian tidak bisa memberi protasis apapun untuk menggambarkan rasa gemirangnya. Berhari-hari tanpa masalah, lantaran memang  air mengalir dengan tenang. Namun, si aneh kuadrat ini malah megacaukannya  dengan  hal yang tidak masuk akal.
Jimin menggeleng tanpa ragu. Sepersekian sekon, nyenyat kembali datang. Park Jimin malah berdiri, kemudian melenggang pergi membuat Jian makin penasaran sebab Jimin tidak membalas apapun. Terkoteng-koteng gamang, Jian bak berada di kutub, mendadak membeku tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
Tapi, dalam sepersekian detik, diri Jian menghangat sebab was-was saat melihat keberadaan si alazon di depan sana, di radius dua puluh meter. Sebab orang itu belum menyadari, maka Jian buru-buru pergi dari situ. Bahkan sampai tidak sadar, tetes air mata jatuh tanpa alasan jelas. Oh-ya.. ini gara-gara Park Jimin? Tidak, Jimin belum tentu salah.

Alazon by ajeng Novianty

Petir menggelegar membuat jihat sang gadis merasa gamang. Dengan bertekuk lutut nan dua di samping jendela, ia terdiam. Hujan yang ia rindukan, datang membawa perih. Ia merasa pilu benar saat paham maksud Jimin. Walaupun dari sisi lain, Jian tetap mempercayai Jungkook. Oke, Jian bingung, sebab baik Jimin ataupun Jungkook, mereka adalah sahabatnya.
Jian perlu kebenaran. Harus dan wajib.
Jungkook:
Aku di depan rumah.
Sontak, Jian segera berlari. Cepat-cepat menggapai pintu dan membukannya, sehingga nampaklah sosok Jungkook yang basah kuyup lantaran terkena air hujan. Ia nampak menggigil, namun tetap saja menunjukkan kurva yang begitu menenangkan di jihat Jian. Barangkali, berkat itulah, ia nyaris melupakan segala sesuatu tentang Jimin.
“Jian,” panggil Jungkook dengan baritone yang begitu rendah. Sebagai penjeda kalimat, Jungkook bergerak masuk ke dalam rumah. Mendadak Jian kembali diterjang rasa khawatir yang absolut. Lantas Jian bergerak mundur, membuat jarak yang luas antara mereka. “Selamat malam. Bagaimana perasaanmu hari ini?”
Otak Jian diasah begitu keras, mencoba mencerna kalimat dari pemuda ini. Sebelum membalas, Jian malah beranjak ke kamar dan mengambil secarik kertas yang diberikan Jimin tiga hari lalu. Sepersekian detik, Jian kembali di hadapan Jeon Jungkook. Sedangkan pria tersebut masih setia dengan kurva syahdanya.
“Apa maksud ini?”
Senyuman Jungkook makin melebar. Afeksi meluntur, malah rasa khawatir yang muncul. Menahan isak, namun tidak bisa menutupi rasa takut. Min Jian menunduk kala obsidian itu menjamah netranya. Binar-binar indah itu kini berubah menyeramkan. Kalau saja pria ini tidak menapak, maka Jian benar-benar akan lari sekonyong-konyongnya. tapi beruntung, itu tidak terealisasikan sama sekali.
“Jimin bilang bahwa kau sudah meninggal,” Jian mendadak berhenti lantaran rasa sesak bergumpal di dalam kalbu. Sebisa mungkin, dengan menghilangkan rasa takut, Jian kembali angkat bicara, “Lalu kau siapa?” Tanya Jian.
Baik. Jian hamper gila memikirkannya selama tiga hari. Jimin bilang memalui secarik kertas itu bahwa Jeon Jungkook sudah meninggal, namun nyatanya tidak. Oh-ya, itu mengerikan, sebab ini bukan tentang olkutisme. Tapi kuriositas merambat cepat. Jian ingin cepat-cepat tahu apa maksudnya.
“Jimin salah, tapi ada benarnya,” ia menjeda, sedangkan Jian kebingungan hebat. Dengan dahi yang mengernyit, Jian memang benar-benar kebingungan. “Sosok Jeon Jungkook yang kau cintai itu tidak ada. Tapi bukan berarti ia meninggal.”
Nyenyat.
Jian merosot sebab itu. Gamang kembali muncul. Ia berjalan mundur lagi, tapi Jungkook malah berjalan maju. Iris hitamnya menyambar Jian, mencoba meyakinkan Jian bahwa pemuda tersebut tidak sedang bergurau. Maka ia kembali angkat bicara, “Kau menjadi bodoh berkat kejadian tiga tahun silam. Kau pasti ingat tentang gadis bernama Hanna yang menjadi gila karena keegoisanmu. Dia saudara kembarmu sendiri. Kau berbohong ini-itu demi mendapatkan semuanya hingga membuat Hanna gila. Jadi, supaya impas, maka aku juga berbohong. Mengerti, manis?”
Lagi. Jian ketakutan, tapi ia sama sekali tidak ingat tentang itu semua. Sehingga, ia hanya bisa diam dengan degup jantung yang berdetak semakin kencang. Sedangkan auditorinya malah kembali menangkap bahana Jungkook, “Ada seseorang yang kehilangan atas masuknya Hanna ke rumah sakit jiwa hingga membuatnya pergi ke nirwana. Ia yang sengaja membuat sosok Jeon Jungkook agar bisa membalas perbuatanmu, agar sama-sama merasa kehilangan. Tapi sebentar, kau mencintaiku kan, ji?” kurva itu terus mengambang, Jiya tidak menjawab.”Aku tahu, aku tahu, kau mencintaiku, maka siap-siap saja merasa kehilangan sebab sosok Jeon Jungkook itu tidak ada.”
“Jadi sekarang, apakah kau penasaran tentang siapa yang tega melakukan ini kepadamu? dan mau tahu siapa aku?” lagi-lagi Jian tidak menjawab. Pelupuk matanya penuh dengan air sebab ia sudah ingat semuanya, tentang kebohongannya dulu. Di sisi lain, ia takut karena ia memang benar-benar mencintai Jungkook. Jadi, yang di depannya ini siapa?
Irisnya memperhatikan pemuda tersebut. Jari-jari pemuda tersebut nampak mengelupasi sesuatu yang ada di wajahnya. Iya, Jian tahu, itu topeng wajah silicon. Maka nyenyat yang ada saat orang itu melepas wajah palsunya.
“Hai, manis, aku Park Jimin. Kekasih saudaramu. Aku memang gila, makanya tega melakukan ini. Jadi, apa aku berhasil membuatmu kehilangan sosok Jeon Jungkook yang kau cintai?”
Park Jimin gila. Sontak, dunia Jian runtuh seketika.

END

Ini cerpen, bukan novel. Tapi, kalau dijadikan cerita novel, gimana nih?
So, I hope y'all enjoy my story. If you have any questions about this story, u can ask me. So, thank you. 


Komentar

  1. Uuuuu cerita ano mah emang ga bikin kecewa readers, udah kelanjur Bucin dengan tulisanmu noo :)) lanjutin ke novel sabi lah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whahaha makasih ya unaa. Jangan bosen mampir kesini, Inshaa Allah lanjut ke novel kalau project pertama tamat hehe, Makasih

      Hapus
  2. Baru cerpen ajaaa udh segini😧 good jeng lanjutkan💯💯

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Wah terima kasih sudah mengunjungi blog Serenade. Tertanda, ajeng.

      Hapus
  4. Banyak pilihan kata yg belum aku tau, jadi bisa nambah kosa kata baru. Makasih ajeeeng^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukur kalau begitu. Terima kasih sudah berkunjung. ^^

      Hapus
  5. Balasan
    1. Sering berlatih dan selalu membaca adalah hal yang terpenting. Selain itu, sering-sering menambah diksi di kamus juga.
      Terima kasih sudah berkunjung di blog saya. ><

      Hapus
  6. Mendarah daging si iniii 🤗
    Lanjutkan mba... i like it

    BalasHapus
  7. Mendarah daging si iniii 🤗
    Lanjutkan mba... i like it

    BalasHapus
  8. Balasan
    1. Alhamdulillah jika anda menyukainya. Terima kasih telah mengunjungi blog Serenade. ><

      Hapus
  9. Ceritanya nempel di kepala terus parahh:v Keep fighting!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah dilem ya? lol, terima kasih telah mengunjungi blog Serenade.

      Hapus
  10. Kerennn, ga heran sih kalo ceritanya ajeng pilihan katanya pas. Good job👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah ><
      Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. ><

      Hapus
  11. aaa apa cuma aku yang greget ya.. ? bagus ceritanya ,,, alur nya takterduga.. good lah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Segreget apa nih? hehe.
      Literally, Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. ><

      Hapus
  12. Mantap jeng, kembangkan terus lahh 👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap bos. Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. ><

      Hapus
  13. Huaaa bagus banget sumpah. Wajib baca !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih. Alhamdulillah jika anda menyukai karya saya. Jangan bosan untuk berkunjung yaa.

      Hapus
  14. Wihh mantap dah ceritanya ga terduga jdi bikin penasaran terus

    BalasHapus
  15. Balasan
    1. Yaw, terima kasih.><
      Terima kasih telah berkunjung..

      Hapus
  16. SEMANGAT AJENG! MAKIN KEREN AJA NOVELNYA

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Summary 2: If

Name                : Ajeng Novianty NIM                  : 5190511010 Study Program : English Literature – Class A Title                  : If Written by         : Rudyard Kipling Genre                : Poem Source              :  https://www.storynory.com/if/ Summary          : ‘If’ is a poem which has a simple title, but, it has absolutely great and deep means. This poem has four couplets and overall it has 32 verses. Basically, this poem is difficult to understand. Yep! Because anyone who read the poems, with any language, so...

Summary 4: Atlantis, The Lost City

Name                            : Ajeng Novianty Study Progmam           : English Literature Class                             : A NIM                             : 5190511010 Title                              : Atlantis, The Lost City Genre                           : F...

Serenade's Article: Roman Picisan Selalu Menjadi Kegemaran

An Article written by Serenade's Author Home, Ajeng Novianty. Menurut Jacob Somardjo, sastra yang mengacu pada tujuan hiburan dan tujuan dagang sudah mulai tumbuh di Indonesia sejak masa jaya Balai Pustaka pada tahun 1920-an, namun kebanyakan baru berupa karya-karya yang semacam roman picisan atau bahasa kasarnya; bermutu rendahan. Tidak seburuk itu, sebab karya roman picisan masih terus dinikmati oleh pencinta sastra, bahkan penikmatnya makin bertambah dari zaman ke zaman, karena kebanyakan karya bertema roman picisan memiliki alur yang sederhana dan sangat mudah untuk dipahami. Hampir cerita roman picisan selalu memuat tentang kisah percintaan dua insan yang berakhir bahagia. Hal itulah yang menjadi alasan beberapa pembaca menikmati karya roman picisan, lantaran mereka membaca hanya untuk tujuan kesenangan. Jacob Sumardjo pun menambahkan pernyataannya bahwa ketika dekade 1970-an novel populer masa itu meletakkan dasar bacaan populer berbobot yang tidak mengejar fa...