An Article written by Serenade's Author Home, Ajeng Novianty.
Menurut Jacob Somardjo, sastra yang mengacu
pada tujuan hiburan dan tujuan dagang sudah mulai tumbuh di Indonesia sejak masa
jaya Balai Pustaka pada tahun 1920-an, namun kebanyakan baru berupa karya-karya
yang semacam roman picisan atau bahasa kasarnya; bermutu rendahan.
Tidak seburuk itu, sebab karya roman picisan
masih terus dinikmati oleh pencinta sastra, bahkan penikmatnya makin bertambah dari
zaman ke zaman, karena kebanyakan karya bertema roman picisan memiliki alur yang
sederhana dan sangat mudah untuk dipahami. Hampir cerita roman picisan selalu memuat
tentang kisah percintaan dua insan yang berakhir bahagia. Hal itulah yang menjadi
alasan beberapa pembaca menikmati karya roman picisan, lantaran mereka membaca hanya
untuk tujuan kesenangan.
Jacob Sumardjo pun menambahkan pernyataannya
bahwa ketika dekade 1970-an novel populer masa itu meletakkan dasar bacaan populer
berbobot yang tidak mengejar faktor pencarian, pembaharuan dan keaslian seperti
yang dikejar oleh karya sastra klasik. Novel populernya hanya masih terbatas pada
jenis kisah romansa yang serba-serbi manis demi menarik perhatian pembaca. Sehingga,
karya roman picisan membeludak pada masa itu, bahkan sampai sekarang.
Akhir-akhir ini, jarang sekali menemukan remaja
yang menyukai dan memahami secara dalam cerita sastra yang berbahasa berat dan bermakna
dalam. Misalnya saja seperti Novel Bumi Manusia yang jarang diketahui oleh para
remaja, kecuali bagi pecinta sastra sejati. Padahal novel Bumi Manusia sudah diterjemahkan
ke dalam 30 bahasa.
Bagi para penikmat karya sastra, terlebih remaja
sekarang ini, mereka lebih menikmati bacaan sesuai takarannya daripada bacaan dengan bahasa sastra yang kentara. Di mana roman picisan
adalah ide terbaik untuk sekedar menuntaskan hasrat untuk membaca sekaligus berfantasi.
Bahkan tak jarang mereka juga mulai mencoba-coba untuk membuat cerita roman picisan.
Walaupun alur yang dibuat lebih sederhana dan hampir mirip seperti karya roman picisan
lainnya, setidaknya hal tersebut berhasil membuat kekreatifan sendiri bagi penikmat
karya roman picisan.
Kini, mulai banyak penulis-penulis muda yang
menulis karya roman picisan dengan ornamen khas sang penulisnya. Masih sederhana,
namun bermakna lebih dalam, sehingga tidak cocok lagi untuk dikatai sebagai karya
bermutu rendah. Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa karya roman picisan tidak akan
bisa mengalahkan karya sastra klasik yang ditulis dengan rancangan dan pemikiran
yang matang.
Dalam hal ini, cerita roman picisan jangan
dipandang sebelah mata. Meski alur ceritanya terkesan mudah ditebak dengan tema
yang itu-itu saja, roman picisan tetap masih menjadi kegemaran. Apalagi bagi para
remaja yang merasa bahwa cerita roman picisan itu sebagai pembelajaran tentang kisah
cinta ala-ala remaja. Setidaknya karya yang sederhana itu menjadi pecut tersendiri
untuk para remaja berkreasi dalam menuangkan ide dan fantasinya untuk membuat karya
yang lebih baik dari yang pernah dibacanya.
Siapa yang suka cerita roman picisan? you can give ur comment down below.
Siapa yang suka cerita roman picisan? you can give ur comment down below.
Komentar
Posting Komentar